Pagi Sabtu yang cerah dan Jordan Duro ada di tempat gym-nya. Kalau lagi gak di lapangan, dia pasti ada di gym-nya.
Badannya bidang, otot six pack di pinggang ramping dan perutnya juga berotot. Lengan-lengannya ada beberapa bekas luka yang nunjukin dia pernah ada di situasi bahaya.
Jordan itu cowok umur 29 tahun dan warga kota Newtown. Dia tinggi, tingginya 6,5 inci. Rambut panjangnya sampai bahu, diikat jadi kuncir kuda.
Matanya agak nonjol, dan rahangnya bentuk V. Hidungnya mancung dengan bibir tipis kemerahan.
Dia terus-terusan mukul samsak, dan meskipun ngos-ngosan, dia tetep lanjut olahraga. Kaosnya basah kuyup keringat tapi dia gak nyerah.
Satu jam kemudian, Jordan keluar dari gym dan pergi buat berenang di kolam renangnya. Dia mau berangkat ke Abuja, buat ketemu ibu dan putrinya.
Udah beberapa bulan dia gak ketemu mereka, apalagi putrinya. Putrinya udah nangis, mohon-mohon, dan nyuruh dia janji buat datang, dan dia setuju buat datang hari itu.
Tepat jam 12 siang pas matahari lagi panas-panasnya, Jordan masuk ke truknya dan mulai perjalanan tiga jam dari kota Newton ke Abuja.
Dia ambil pistolnya dan kartu identitasnya pas dia keluar dari rumah dan menuju jalanan ramai yang menuju kota tempat orang tuanya tinggal.
Dia berhenti sekali, makan siang sebelum melanjutkan perjalanan. Dia inget waktu Rachel sering ikut dia jalan-jalan.
Rachel bakal bikin dia sibuk dan ngobrol terus sampai mereka nyampe tujuan. Mereka bakal ketawa, cekikikan, dan senyum sepanjang jalan, dan gak kerasa, perjalanan tiga jam jadi pendek banget dan mereka bahkan gak sadar betapa capeknya.
Pas udah makin deket, dia liat Mall, dan mutusin buat mampir, beli mainan dan hadiah buat putrinya.
Dia udah gak ketemu putrinya beberapa bulan dan ibunya udah nelpon dia buat datang secepatnya kalau dia lagi gak tugas. Dia cuma punya utang buat ketemu ibu dan putrinya. Selain mereka, dia gak punya siapa-siapa lagi yang penting buat dia.
Baru tiga hari yang lalu, dia balik dari nyelidikin kejahatan dan hampir kena tembak pas mau dapet bukti terakhir.
Dia udah bilang ke ibunya dia bakal datang kalau dia lagi senggang. Dia pengen punya waktu buat main sama putrinya dan pelukan.
Dia dapet banyak mainan dan hadiah sebelum masuk lagi ke mobilnya. Dia liat jam tangannya dan dalam waktu tiga puluh menit, dia bakal nyampe tujuan.
Dia masukin musik Afro beats Fela Kuti ke pemutar DVD-nya dan dengerin sambil nyanyi bareng. Dia udah belajar nyanyi liriknya satu per satu.
Dia mikir udah berapa tahun lagu itu ada. Dia masih kecil waktu orang tuanya muterin musik itu di rumah dan dia jadi suka.
Baru-baru ini, dia denger anak Fela, Seun Kuti, dapet penghargaan buat musik Afro beats Afrika yang baru. Dia udah ngambil alih perusahaan musik dari ayahnya pas ayahnya meninggal.
Yah, banyak anak yang nerusin kerjaan dan perusahaan orang tuanya setelah mereka meninggal, kecuali beberapa orang kayak dia. Dia gak bisa nerusin jejak ayahnya, masuk politik dan semacamnya, itu bukan hidupnya.
Hidupnya terikat buat nangkap penjahat dan ngejar orang-orang yang ngelanggar hukum dan nginjek-injeknya. Di situlah kebahagiaannya dan dia seneng banget sama pekerjaannya.
Pas akhirnya dia nyampe di rumah orang tuanya, dia menghela napas, "Akhirnya pulang juga."
Ini rumah tempat kenangan masa kecilnya dan sekarang juga putrinya. Dia liat air terjun buatan, kebun buah di kejauhan dan dia kayak liat adegan yang diputer di depannya.
"… Jordan, aku mau buah jeruk yang mateng itu, petikin buat aku dan aku janji kasih kamu kejutan…" itu Rachel dulu.
Dia kangen Rachel. Rachel bisa bikin kamu semangat dan senyum sepanjang hari. Apa ya kejutan Rachel dulu…roti panggang dan buah-buahan yang diblender segar.
Tingkah lakunya yang lucu. Dia bakal janjiin kamu perlakuan khusus cuma buat nawarin sesuatu yang gak beda jauh dari yang diharapkan.
Jordan ngelambai ke karyawan sebelum ngambil tas punggungnya dan melangkah panjang ke dalam rumah. Kakinya panjang, dan dua langkahnya hampir sama dengan tiga langkah orang biasa.
Dia dorong pintu dan disambut sama bau nasi goreng dan saus ayam yang familiar. Dia hirup aromanya dan perutnya bergejolak.
Waktu dia masih kecil, itu makanan favoritnya. Ibunya bakal luangin waktu dan nyiapin itu buat dia meskipun yang lain harus makan makanan lain.
"Aku pulang, ibu!" Jordan ngasih tau. Dia pergi ke dapur dan meluk ibunya. Ibunya ngeliat dia dan megang wajahnya.
"Oh Jordan, gimana kabarmu?" Clara Duro nanya, ngeliatin anaknya dan merhatiin dia seolah-olah dia lagi nyari luka atau cedera lain di badannya.
Jordan senyum. Ibunya dan ketakutannya. Ibunya selalu nanya dia baik-baik aja dan terus nanya dia gak dalam bahaya selama tugasnya.
Gimana bisa detektif gak ngadepin bahaya setiap hari? Ini hidupnya, jalannya, dan takdirnya dan dia bakal ngejalaninnya selama dia hidup.
"Aku baik-baik aja, ibu," Jordan jawab, menjulang di atas ibunya yang tingginya agak kurang dari dia.
Dia ngeliat ke dapur melewati ibunya, jelas dia lagi nyari putrinya.
"Jora lagi main sama temen-temennya di gedung sebelah. Kamu tau kan cucu-cucu Kamsons ada di sini dan Jora suka banget ke sana buat main…" Clara Duro jelasin.
Jordan ngangguk dan nanya gimana kabar ayahnya? Clara bilang Jackson lagi ada rapat politik sama anggota partainya.
Gak lama kemudian Clara nyiapin meja makan dan nyuruh pelayan buat jemput Jora. Ayahnya udah pulang dan mau ketemu dia.