POV Jasmine
'Ini nggak mungkin usulan yang dia ngoceh-ngoceh selama berminggu-minggu dengan suara nyebelin yang bikin telinga gue sakit! Nona Rhino nggak mungkin serius!
Usulan ini nggak ada untungnya, malah kalau kita investasi, kita bakal rugi!
Gue nggak tertarik sama ini.
Kenapa sih gue rekrut dia?'
Dia ngeliatin dokumen di map di mejanya yang gue bawa buat dia dari wakil direkturnya, Nona Rhino.
'Telepon Nona Rhino, suruh dia langsung ke kantor gue sekarang!'
'Siap, Pak,' jawab gue dengan tegas.
'Dan Nona Blackman, atur ulang jadwal gue buat minggu depan. Batalkan rapat nggak penting sama Tuan Hoggers, karena gue nggak tertarik buat investasi satu miliar dolar di bisnisnya yang sampah.
Terus, faks dokumen-dokumen itu ke lantai enam dan koreksi dulu sebelum jam satu siang.
Dan bisa kirimin Julia buket mawar putih sama catatan yang isinya 'terima kasih', terus teleponin ayah gue,' perintahnya, meskipun kedengarannya kayak lagi nanya.
Gue ngangguk dan ngambil dua tumpuk kertas dari tangannya terus langsung keluar dari kantornya.
Gue telepon Nona Rhino dan ngasih tau dia kalau dia harus ke kantornya Tuan Hollen.
'Pak, Bapak lagi di telepon di jalur satu,' kata gue ke dia lewat telepon setelah gue teleponin bapaknya.
'Mmmh,' jawab dia terus ngangkat telepon yang satunya.
Gue pesen buket mawar putih dan nyuruh buat dikirim ke apartemen Julia dan mulai nge-faks dokumen-dokumennya ke lantai enam sesuai yang dia bilang.
Setelah itu, gue mulai ngoreksi tumpukan kertas yang lain yang dia kasih ke gue. Gue bakal telepon Tuan Hoggers terakhir karena gue tau dia bakal minta ngomong langsung sama Tuan Hollen dan karena dia lagi teleponan sama Bapaknya, dan Nona Rhino lagi jalan ke tempat dia, dia nggak bakal suka kalau diganggu sama teleponnya Tuan Hoggers.
Evan Hollen adalah bos gue dan orang yang sukses banget, kaya dan punya pengaruh. Gue udah kerja di perusahaan ini selama setahun. Setelah lulus kuliah, susah banget nyari kerjaan yang gajinya lumayan di kota gue, tapi untungnya gue ngelamar di Hollen Tower pas gue liat iklan di koran buat posisi asisten pribadi.
Hollen Tower didirikan dan dijalankan oleh bapaknya sebelum dia. Perusahaan ini adalah salah satu organisasi yang paling sukses dan berkembang di dunia. Kerjasama yang bagus, kemitraan yang solid, dan staf yang berpendidikan, berpengalaman, dan terlatih membawa perusahaan ke puncak tertinggi dan Evan Hollen berdiri di atasnya dengan mahkota yang ditinggalkan ayahnya dan gelar yang pantas dia dapatkan. Dia bakal marah kalau ada yang coba ngerusak apa yang udah dibangun dan diperjuangkan keras oleh ayahnya. Dia punya emosi kayak hiu, kepribadian kayak naga, dan kesabaran yang nggak ada habisnya kayak bayi.
Tapi jangan lupa sama fitur terbaiknya. Mata abu-abu gelap peraknya itu segalanya.
Badannya yang seksi dan atletis selalu pas di setelan Armani mewahnya.
Oke, lo semua tau. Gue naksir berat sama bos gue dan gue nggak bisa nahan diri.
Evan Hollen terlalu cakep buat nggak ditaksir.
Naksir rahasia sama cowok yang cakep banget, nggak papa kan?
Meskipun dia bos lo?
'Nona Blackman! Bisa dibukain pintunya?'
Sebuah suara nyadarin gue dari pikiran mesum.
Nona Rhino ada di meja gue, pensil dan map di tangan, sambil nepuk-nepuk kakinya dengan nggak sabar di lantai ubin.
'Iya, tunggu sebentar ya,' jawab gue, ngebuang jauh-jauh bayangan bos gue dari pikiran.
Gue telepon jalur telepon Tuan Hollen dan ngasih tau dia kalau dia udah dateng. Setelah dia nyuruh gue buat bukain pintunya, gue pencet belnya dan dia masuk ke kantornya dengan kepala tegak. Dia selalu mikir kalau dia lebih baik dari semua orang yang kerja di Hollen Tower.
Gue benci banget sama semua yang ada di cewek itu. Dia cewek tinggi, langsing, dengan kulit putih pucat. Umurnya tiga puluh tahun tapi dia suka cowok yang lebih muda kayak Tuan Hollen. Pernah ada rumor yang beredar tentang mereka berdua tapi gue susah banget buat percaya. Dia masih punya badan kayak model tapi dia sama sekali bukan tipe dia. Cewek itu punya kepribadian kayak binatang dan dia mikir kalau dia lebih baik dari semua orang di perusahaan, kecuali Tuan Hollen tentunya. Dia punya jabatan yang tinggi, dia kan COO, tapi dia tetep harus nurut sama Tuan Hollen.
Gue lanjutin ngoreksi dokumen-dokumen di depan gue, bikin perubahan dan koreksi yang diperlukan. Gue suka kerjaan gue karena bikin hidup Tuan Hollen lebih gampang. Dia punya asisten pribadi tapi dia pecat dia di tempat pas cewek itu mulai ada perasaan sama dia dan mulai genit sama dia di kantornya dan sejak itu, dia nggak pernah ngerekrut lagi. Gue yang ngerjain tugas-tugas yang seharusnya dikerjain asisten pribadi ditambah tugas-tugas kesekretarisan gue, tapi gue nggak masalah atau protes sama sekali karena gue dibayar dua kali lipat dari gaji bulanan gue sampai dia ngerekrut asisten pribadi yang lain.
Dia harusnya dapet asisten cowok yang nggak ada rasa sama bos gantengnya.
Cewek-cewek selalu ngiler dan ngeces sama dia, selalu pengen perhatian dan waktunya, selalu ngomongin dia. Dia emang ganteng, salah satu cowok paling ganteng yang pernah gue liat. Warna kulitnya cokelat sempurna dan gue selalu penasaran kenapa.