Kari ngaku cinta sama Seth dan dia juga.
Cepet-cepet gue ambil minuman dari pelayan yang lewat dan tanpa mikir gue langsung angkat gelasnya ke kepala, abisin semua isinya. Gue noleh ngeliatin temen gue, Iris, yang lagi nge-survey ruangan pake matanya.
Gue nghela napas. "Ngapain lagi sih gue di sini?"
Iris muter kursinya dan natap gue langsung. "Buat dukung gue," trus dia jeda, senyum. "Sama buat liat, apa lo bisa nemuin cowok cakep buat dibawa pulang malem ini."
Gue ngangkat bahu. "Gue lagi gak pengen diganggu cowok malem ini."
"Inget gak sih, kapan terakhir kali lo 'gituan'? Oh ya, sekitar tahun lalu." Gue muter bola mata ke dia. "Cewek, lo harus mulai naik kereta lagi nih. Lo udah gak asik banget tanpa kehidupan seks."
Iris pake gaun pesta yang bahunya kebuka. Rambut pirangnya yang penuh keriting mental-mentul di bahunya. Iris tuh tipe cewek yang cowok gak perlu liat dua kali. Kecantikannya udah bikin mereka klepek-klepek dari awal. Dia emang cewek cantik, tapi selain cantik dia juga penyayang, penuh cinta, dan beneran baik hati.
"Gue rasa gue bahagia."
Gue bahagia.
Gue baru aja jadi Partner di salah satu firma hukum terbesar di New York City, Shepard and Gills. Anjing gue baru aja ngelahirin empat anak anjing yang lucu banget. Gue punya semua yang cewek impikan. Ya, setidaknya semuanya.
Dia geleng-geleng kepala, senyum. "Lo pikir lo bahagia, tapi gue rasa lo kesepian. Sejak lo putus sama Richard, kayak lo kehilangan semua kesenangan lo."
Gue senyum. "Soalnya si pecundang itu ngambil kesenangan gue, tapi bukan berarti gue gak bahagia."
Dia ngeliatin gue dengan alis terangkat, "Lo gak 'gituan'."
Gue ketawa ngakak ke dia. "Seks bukan segalanya, Iris."
"Jangan sampe Brandon denger lo ngomong gitu, soalnya buat kita, Seks adalah segalanya." Brandon udah jadi pacar Iris selama empat tahun. Mereka tuh pasangan idaman. Mereka tinggal bareng, punya kucing dan ikan, patungan bayar tagihan, ada kencan malem. Udah kayak nikah aja, lagian mereka ngelakuin semua yang biasa dilakuin pasangan nikah.
"Kalo lo punya cowok sekeren Brandon yang gak cuma badannya bagus, tapi juga otaknya, ya jelas, Seks adalah segalanya, plus kalian saling cinta. Beda kalo lagi jatuh cinta. Udah bukan seks lagi."
Dia minum tequila-nya. "Lo bener, bukan cuma seks. Itu 'fucking' yang hardcore." Dia nyengir.
Gue muter bola mata. "Bukan itu maksud gue. Gue ngomongin bikin cinta. Bukannya itu yang kalian sebut?"
"Yup, itu yang kita sebut." Gue nghela napas.
Seorang pelayan berhenti di depan gue buat nawarin champagne lagi. Gue senyum dan ambil champagne dari baki. "Makasih."
Kali ini gue mutusin buat nyeruput minumannya.
"Itu minuman keempat lo sejak masuk. Apa lo mau mabok malem ini?"
"Gak, bukan itu niat gue, tapi dipikir-pikir, mendingan gue mabok aja deh malem ini soalnya besok bakal jadi hari yang berat."
"Kasus gede?"
"Kasus gede banget, Senator Reid."
Dia ketawa. "Maaf, tapi gue rasa lo butuh lima minuman lagi."
Gue setuju dengan ngangguk-ngangguk. Senator Morgan Reid terbukti nyolong lima juta dolar dari amal buat operasi plastik selingkuhannya. Sebagai pengacaranya, tugas gue buat bikin dia lepas dari jerat hukum, meski semua bukti nunjukin dia emang nyolong lima juta dolar.
Suara berisik mulai mereda dikit pas pembicara naik ke mikrofon, berusaha minta perhatian semua orang.
Iris noleh ke gue, pipinya merah muda. "Waktunya gue."
"Sana, bersinar." Gue nepuk bahunya pas dia berdiri dari kursi.
Kerumunan mulai bersorak pas pembicara bilang, "Mari kita sambut di panggung Nona Iris Francis, yang terpilih tahun lalu sebagai pengusaha wanita paling sukses. Silakan bertepuk tangan saat wanita cantik ini naik ke panggung."
Pas Iris sampe di panggung, semua orang tenang dan mulai dengerin dia. Dengan senyum di wajahnya, dia mulai pidatonya. "Gue berterima kasih sama semua yang udah dateng malem ini buat ngerayain pembukaan bisnis baru ini..."
Gue ketawa dan tepuk tangan pas dia turun dari panggung. Pas dia jalan, banyak orang yang berhentiin dia buat ngobrol. Gue senyum dan alihin perhatian gue ke tempat lain. Gue mulai ngeliatin sekeliling ruangan buat liat apa gue bisa nemuin orang yang gue kenal, dan iya, ada, tapi bukan orang yang gue suka, jadi gue lanjut minum.
"Hai,"
Gue nengok ke arah suara. "Hai,"
"Nama gue Mark. Gue liat lo temennya Nona Francis. Lo juga di dunia bisnis?"
Gue gak suka arah pembicaraan ini. Malah, gue gak suka pembicaraan ini sama sekali.
"Gak, gue bukan. Gue cuma cewek biasa."
Dia nyengir. "Gak ada yang biasa dari lo." Dia berusaha terdengar menggoda, tapi gak mempan. Gue udah biasa sama cowok kayak gitu, mereka gak punya kemampuan buat bikin gue tertarik. Kalo gue gak suka orang pas baru ketemu, gak mungkin gue suka mereka setelahnya.
"Iya, lo bener. Gue cuma bisa liat pake satu mata, dan gue harus nyumbangin salah satu ginjal gue ke nenek gue yang lagi sekarat, tapi dia tetep meninggal, jadi gue kehilangan ginjal yang bagus." Gue pasang muka sedih seolah mau nangis. "Gue beneran sayang sama nenek gue, dia wanita yang hebat," gue ngendus. "Lo bener, gak ada yang biasa dari gue."